Harus
dari mana kumulai? Membayangkan bentuknya saja sudah teramat sulit, apalagi
harus menggambarnya ulang. Bentuknya abstrak, dan tentu semua orang sudah tahu.
Tapi keabstrakannya sangat subjektif, karena walaupun sulit untuk dipadankan
bentuknya kita smua tahu bahwa bentuk itu sangat akrab di benak hati. Dan akan
sangat mudah mengenalinya.
Cobalah
pandangi mata kekasih hatimu, akan dengan mudah kan kautemukan bentuk itu. Dan
yg menafsirkan artinya tidak lagi pengetahuan dan pengalaman hidupmu. Yang akan
mengartikan maknanya adalah sesuatu di dadamu, yg membuatmu sedikit merinding
dan mengalirkan kran hangat di pembuluh darahmu. Ada angan2 yg terkelupas dari
kulitnya, ada harap yg tinggi berisikan kehidupan yg diidamkan bersama dia, ada
sedikit khawatir jika takdir tak mengijinkan lebih lama dari ini. Dan akan
membawamu jauh ke semua kefanaan yg indah yg diminta manusia dalam doanya.
Betapa sepasang mata itu merubahmu dalam memaknai perjalanan hidup.
Atau
cobalah mendengarkan suaranya saat kau merindu. Rasanya seperti mendapati air
terjun di tengah padang pasir kering tandus. Kemudian benakmu akan memainkan
lelakonnya sendiri dimana peran dan bagianmu dan dialah yg terutama dan
terpenting. Menyimpan kenikmatan rindu itu dalam keping kenangan yg akan kau
coba untuk kubur dalam di hatimu dan berharap agar abadi.
Nyatanya...
Tidak ada keindahan yg abadi, setidaknya jika didudukkan di rel waktu. Semuanya
mengalir dan berubah, demikian pula dengan cinta. Betapapun indahnya ia. Lalu
apa yg harus kutulis tentang cinta? Ketika berbuih kata-kata yg menceritakan
keindahannya akan terhapus hilang dengan segera.
Kupandangi
kanvas kosong itu, mencoba mencari bentuk cinta yg paling masuk akal untuk
diceritakan. Lalu kutulis ... 'wajar dan sederhana’.
Oleh:
Yuris Sarifuddin
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
ReplyDeletewww.fikrimaulanaa.com
Hhe jadi terharu nih...
DeleteMakasih udah berkunjung...